GRESIK - PT
Cargill Indonesia memulai pembangunan pabrik pengelolaan kakao senilai
US$ 100 juta (Rp 973,70 miliar) di Kawasan Industri Maspion V, Gresik,
Jawa Timur. Pabrik yang ditargetkan selesai dibangun pada 2014 ini untuk
memenuhi kebutuhan kakao di wilayah Asia.
Presiden Cargill Cocoa
& Chocolate Jos de Loor mengatakan, pabrik tersebut akan menjadi
pabrik Cargill pertama di Asia. "Pabrik ini butuh 70 ribu ton biji kakao
untuk memproduksi berba-gai produk kakao olahan dalam bentuk bubuk,
cairan, dan lemak kakao (butter), termasuk bubuk premium kakao Garkens.
Produk yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pasar Asia," ujar dia,
saat peletakan batu pertama pabrik di Gresik, Selasa (7/5).
Dia
menjelaskan keberadaan pabrik ini merupakan bukti komitmen Cargill untuk
memperkuat bisnisnya di Indonesia. Sebab, perseroan melihat adanya
pertumbuhan yang signifikan terhadap pertumbuhan produk kakao dalam
negeri.
"Investasi ini akan menjadi jawaban bagi pertumbuhan itu dan
ini juga memungkinkan kami memroses kakao lokal dan mempertahankan
komunitas petani lokal," katanya.
De Loor menuturkan, Cargill telah
lama menjalin kemitraan dengan petani kakao lokal melalui program
pelatihan petani untuk mendorong praktek pertanian berkelanjutan. Hingga
2015, jumlah petani yang dilatih lebih dari 1.300 petani kakao di
Indonesia.
Pengoperasian pabrik di Gresik itu akan melipatgandakan
pembelian biji kakao dari petani untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam
negeri. Petani kecil juga berkesempatan memasarkan hasil panennya,
sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka.
Dia mengatakan, untuk
memenuhi permintaan pelanggan yang terus meningkat, perseroan harus
memproduksi cokelat sendiri untuk memenuhi rantai pasokan yang terus
tumbuh. "Pembangunan pabrik di Indonesia akan melengkapi jaringan global
sumber kakao dan fasilitas pengolahan Cargill di Eropa Barat, Vietnam,
Kamerun, Ghana, Pantai Gading, Brazil dan AS," imbuhnya.
Tax Allowance
Pemerintah
Indonesia telah menyarankan Cargill untuk mengajukan permohonan
fasilitas insentif investasi berupa keringanan pajak (tax allowance)
terkait rencana investasinya. Hal itu disampaikan setelah Cargill
menyatakan rencana pembangunan pabrik pengolahan kakao dengan investasi
sekitar US$ 100 juta. "Saya sarankan, Cargill bermain di tax allowance
saja," kata Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny
Wachyudi di Jakarta.
Menurut dia, insentif taxholiday hanya cocok dan
lazim diberikan untuk investasi yang berisiko tinggi, antara lain
investasi hilir minyak sawit mentah (CPO). Sedangkan untuk investasi
pengolahan kakao lebih cocok diberikan insentif tax allowance dan
beakeluar (BK).
Benny juga menambahkan, penerapan BK atas ekspor
bahan baku lebih efektif untuk investasi hilir sektor riil di Tanah Air.
Sedangkan tax allowance dan tax holidayhanya berperan sebagai insentif
pelengkap untuk menggiatkan dan mengundang investasi baru.
Sementara
itu, Corporate Affairs Director Corporate Function Cargill Rachmat
Hidayat sempat mengatakan, pihaknya terus mengusahakan agar tetap bisa
mendapatkan aplikasi pengajuan insentif tax holiday kepada pemerintah
Indonesia. Namun, pemerintah justru telah menyatakan, insentif tersebut
hanya diberikan dengan syarat besaran investasinya Rp 1 triliun dan
hanya untuk investasi permesinan, serta di luar harga tanah dan
bangunan.
"Padahal, investasi kakao itu tidak ada yang menelan Rp 1
triliun hanya untuk mesin. Kami kaget begitu mendengar syarat itu,"
katanya.
sumber : Investor Daily